Perpres Jokowi dan Bahagia PPPK Lepas 'Diskriminasi' Gaji
Jakarta, --
Langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 tahun 2020
membuat sejumlah tenaga honorer bahagia. Perpres tersebut mengatur tentang gaji
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) setara pegawai negeri sipil
(PNS).
Vina
(bukan nama sebenarnya), adalah satu pegawai honorer yang merasa senang dari
penerbitan perpres tersebut karena akan resmi menjadi PPPK. Bukan lagi guru
honorer yang disandangnya selama 17 tahun.
Merasa
didiskriminasi sampai dipandang rendah karena statusnya sebagai guru honorer
kerap membuat wanita yang berdomisili di Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu
berkecil hati. Belum lagi perkara honor yang jauh dari upah minimum regional
(UMR).
Sebagai
guru honorer, Vina menerima gaji Rp85 ribu per bulan. Dengan jumlah waktu
mengajar 21 jam, ia menerima upah sekitar Rp1,6 juta per bulan. Sedangkan UMR
di Kabupaten Bogor sudah mencapai Rp4 juta.
"Ya
sudahlah nggak apa-apa. Bukan nggak butuh uang. Saya banyak hibur diri saja,
yang penting sehat. Dipikir-pikir 85 ribu per jam, tapi kalau dihitung 10 bulan
bisa berapa itu. Nggak apa-apa lah," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com
dengan logat sunda yang kental, Jumat (2/10).
Ia
memilih lebih banyak bersyukur, terlebih jika melihat guru honorer lain yang
nasibnya tak lebih beruntung. Dari 17 guru honorer di sekolahnya, ia termasuk
dua orang yang berhasil lulus tes pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja
(PPPK) pada 2019 lalu.
Rekan
guru honorer lainnya juga banyak yang mendapat honor lebih kecil. Bahkan
menerima gaji tak setiap bulan, melainkan setiap tiga bulan sekali. Sedangkan
upah Vina kalau belum cair dari pemerintah daerah, masih ditalangi komite
sekolah.
"Kadang
saya ikut pelatihan, biasanya kalau habis pelatihan ada insentif. Saya harusnya
dapat sekian. Tapi dibilang, ibu honorer ya? jadi dikurangi," kata Vina.
Saat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka rekrutmen PPPK pada 2019, ia pun
bertekad datang ke Bandung dan mengikuti tes. Walaupun dalam hatinya ia pesimis
dan khawatir tak lolos. Ia ingat betul tak bisa menahan tangis setelah tes
karena takut tak bisa menjadi PPPK.
Bukan
karena pesimis tak mumpuni menjadi pegawai pemerintah. Ia selalu ingin
mengikuti jalur resmi melalui CPNS. Namun di lingkungannya, untuk menjadi PNS
terkadang butuh 'pelicin'.
"Terus
terang teman saya dulu itu bayar Rp60 juta. Bahkan ada yang ketipu teman saya
tiga orang Rp105 juta. Saya sebisa mungkin enggak mau. Jadi mending saya jadi
honorer," katanya.
Sampai
akhirnya berhasil mengemban gelar S2, pengabdiannya sebagai guru tak pernah
benar-benar dihargai. Upahnya tak kunjung naik. Bahkan jika ada guru PNS baru,
jam mengajarnya terancam dikurangi.
Meski
begitu, ia bersyukur mendapat kesempatan mengemban ilmu lebih tinggi meskipun
dirinya berstatus guru honorer. Kesempatan ini membuatnya yakin, meskipun bukan
PNS tapi tetap bisa membagi ilmu.
"Saya
selalu doa, Ya Allah, kalau tahun ini saya belum bisa ditakdirkan jadi PNS.
Bukakanlah dari hal yang lain. Ya itu, Allah dengar," lanjutnya.
Tahun
ini, keinginannya pun terjawab. Presiden Joko Widodo meneken Perpres No. 98
Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Setelah pemberkasan beres dilakukan
Badan Kepegawaian Negara (BKN), Vina bisa resmi menjadi pengabdi negara
berstatus PPPK.
Sumber : CNN
Indonesia
No comments