Perpres Jokowi dan Bahagia PPPK Lepas 'Diskriminasi' Gaji

Presiden Joko Widodo melalui tayangan virtual dalam HUT ke-22 Partai Amanat Nasional pada Minggu, 23 Agustus 2020.

Jakarta, -- Langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 tahun 2020 membuat sejumlah tenaga honorer bahagia. Perpres tersebut mengatur tentang gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) setara pegawai negeri sipil (PNS).

Vina (bukan nama sebenarnya), adalah satu pegawai honorer yang merasa senang dari penerbitan perpres tersebut karena akan resmi menjadi PPPK. Bukan lagi guru honorer yang disandangnya selama 17 tahun.

Merasa didiskriminasi sampai dipandang rendah karena statusnya sebagai guru honorer kerap membuat wanita yang berdomisili di Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu berkecil hati. Belum lagi perkara honor yang jauh dari upah minimum regional (UMR).

Sebagai guru honorer, Vina menerima gaji Rp85 ribu per bulan. Dengan jumlah waktu mengajar 21 jam, ia menerima upah sekitar Rp1,6 juta per bulan. Sedangkan UMR di Kabupaten Bogor sudah mencapai Rp4 juta.

"Ya sudahlah nggak apa-apa. Bukan nggak butuh uang. Saya banyak hibur diri saja, yang penting sehat. Dipikir-pikir 85 ribu per jam, tapi kalau dihitung 10 bulan bisa berapa itu. Nggak apa-apa lah," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com dengan logat sunda yang kental, Jumat (2/10).

Ia memilih lebih banyak bersyukur, terlebih jika melihat guru honorer lain yang nasibnya tak lebih beruntung. Dari 17 guru honorer di sekolahnya, ia termasuk dua orang yang berhasil lulus tes pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2019 lalu.

Rekan guru honorer lainnya juga banyak yang mendapat honor lebih kecil. Bahkan menerima gaji tak setiap bulan, melainkan setiap tiga bulan sekali. Sedangkan upah Vina kalau belum cair dari pemerintah daerah, masih ditalangi komite sekolah.

"Kadang saya ikut pelatihan, biasanya kalau habis pelatihan ada insentif. Saya harusnya dapat sekian. Tapi dibilang, ibu honorer ya? jadi dikurangi," kata Vina.

Saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka rekrutmen PPPK pada 2019, ia pun bertekad datang ke Bandung dan mengikuti tes. Walaupun dalam hatinya ia pesimis dan khawatir tak lolos. Ia ingat betul tak bisa menahan tangis setelah tes karena takut tak bisa menjadi PPPK.

Bukan karena pesimis tak mumpuni menjadi pegawai pemerintah. Ia selalu ingin mengikuti jalur resmi melalui CPNS. Namun di lingkungannya, untuk menjadi PNS terkadang butuh 'pelicin'.

"Terus terang teman saya dulu itu bayar Rp60 juta. Bahkan ada yang ketipu teman saya tiga orang Rp105 juta. Saya sebisa mungkin enggak mau. Jadi mending saya jadi honorer," katanya.

Sampai akhirnya berhasil mengemban gelar S2, pengabdiannya sebagai guru tak pernah benar-benar dihargai. Upahnya tak kunjung naik. Bahkan jika ada guru PNS baru, jam mengajarnya terancam dikurangi.

Meski begitu, ia bersyukur mendapat kesempatan mengemban ilmu lebih tinggi meskipun dirinya berstatus guru honorer. Kesempatan ini membuatnya yakin, meskipun bukan PNS tapi tetap bisa membagi ilmu.

"Saya selalu doa, Ya Allah, kalau tahun ini saya belum bisa ditakdirkan jadi PNS. Bukakanlah dari hal yang lain. Ya itu, Allah dengar," lanjutnya.

Tahun ini, keinginannya pun terjawab. Presiden Joko Widodo meneken Perpres No. 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Setelah pemberkasan beres dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Vina bisa resmi menjadi pengabdi negara berstatus PPPK.

Sumber : CNN Indonesia

No comments